Sabtu, 08 Mei 2010

Masalah Perbatasan Indonesia Dengan Timor Leste

Tema: Masalah Perbatasan


Tugas mata kuliah kewarganegaraan kali ini akan membahas tema “Masalah Perbatasan”. Dengan judul “ Masalah Perbatasan Indonesia dengan Timor Leste”.

Masalah perbatasan antara Indonesia dan Timor Leste khususnya di lima titik yang hingga kini belum diselesaikan akan dibawa ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Lima titik tersebut adalah Imbate, Sumkaem, Haumeniana, Nimlat, dan Tubu Banat, yang memiliki luas 1.301 hektare (ha) dan sedang dikuasai warga Timor Leste. Tiga titik diantaranya terdapat di perbatasan Kabupaten Belu dan dua di perbatasan Timor Leste dengan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Lima titik yang belum final tersebut masih menunggu mediasi yang dilakukan PBB bersama pemerintah RI dan Timor Leste”, berlarutnya penyelesaian lima titik di perbatasan tersebut mengakibatkan penetapan batas laut kedua negara belum bisa dilakukan. Bagaimana kita menetapkan batas laut, kalau darat saja belum selesai. Di lima titik tersebut, ada dua hal yang belum disepakati warga dari kedua negara yakni penetapan batas apakah mengikuti alur sungai terdalam, dan persoalan pembagian tanah. Tanah yang dipersoalkan di perbatasan merupakan tanah ulayat yang menurut warga tidak boleh dipisahkan.
Semula, pemerintah Indonesia dan Timor Leste sepakat batas kedua negara adalah alur sungai terdalam, tetapi tidak disepakati warga, karena alur sungai selalu berubah-ubah.Terkadang alur sungai masuk lebih jauh ke wilayah Indonesia, tetapi kadang masuk ke wilayah Timor Leste. Selain itu, ternak milik warga di perbatasan tersebut minum air di sungai yang berada di tapal batas kedua negara. Jika sapi melewati batas sungai terdalam, warga tidak bisa menghalaunya kembali, karena melanggar batas negara.


Lima masalah tersebut, yakni pencurian kayu, pertambangan, ikan, smugling dan perdagangan manusia. Kedua, kemiskinan. Ketiga, sumber daya manusia (SDM) di wilayah perbatasan yang kurang mendapat perhatian dari segi pendidikan dan kesehatan. Keempat, secara geografi wilayah perbatasan umumnya terpencil dan sulit dijangkau oleh transportasi. Kelima, kurangnya perhatian pemerintah pusat dalam pemerataan pembangunan. Akibatnya muncul potensi gangguan ketentraman dan ketertiban (trantib) serta hilangnya pemasukan negara dan daerah serta habisnya sumber daya alam secara tidak terkontrol. Guna meminimalkan masalah tersebut, perlu dilakukan operasi yustisi kependudukan, penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat di perbatasan tentang peraturan daerah (perda) yang berlaku di wilayah tersebut. Perlu dibangun strategi berupa perbaikan opini masyarakat terhadap Satpol PP, meningkatkan kualitas SDM pelaksana trantib di perbatasan. Selain itu, meningkatkan anggaran dan sarana prasarana bagi pelaksana trantib di wilayah perbatasan negara, meningkatkan pemberitaan yang berimbang, perjelas kewenangan di perbatasan serta membentuk badan khusus yang menangani masalah di perbatasan daerah.
Khusus dalam pembangunan kelembagaan untuk menangani perbatasan, secara umum Timor Leste masih belum intensif dibandingkan dengan Pemerintah Indonesia. Namun, dengan rentang kendali yang sangat pendek dalam administrasi dan pengambilan keputusan dibandingkan sistem pada Pemerintah Indonesia, perlahan, tapi pasti akan keterlambatan yang terjadi dapat diminimalkan. Ini sangat berkaitan dengan wilayah Timor Leste yang jauh lebih kecil dibanding wilayah NTT. Di sisi lain, pemerintah pusat memiliki rentang kendali yang sangat pendek dengan pengelola perbatasan. Kelembagaan yang ada, secara spesifik baru lembaga pelayanan pintu perbatasan. Kelembagaan lain dilaksanakan departemen terkait dan adanya kerja sama bilateral tentang kesepakatan pelintas batas tradisional dan pasar mingguan tanggal 11 Juni 2003. Di mana, pihak Timor Leste akan menindaklanjuti pas lintas batas. Juga ada kesepakatan tentang budaya dan pendidikan 8 Juli 2005.

Daya saing RDTL menunjukkan prospektif lebih tinggi dari daya saing Timor Barat. Indikasi ini dilihat dari berbagai indikator ekonomi. Seperti, pertumbuhan ekonomi Timor Leste tahun 2008 sebesar 12,7 persen dan tahun 2009 diperkirakan sebesar 10 persen lebih. Selain itu, proses lelang pembangunan infrastruktur, dilakukan secara internasional yang membuka peluang bagi perusahaan swasta Indonesia dan swasta NTT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar